Kamis, 20 Januari 2011

Bashirah (Kekuatan Mata Hati)



Oleh KH Rahmat Abdullah
Bahkan manusia sangat tajam melihat dirinya sendiri, walaupun ia melontarkan berbagai alasannya” (QS.AI-Qiyamah:14).
Para penganut Al-Qur’an tak ragu sedikitpun akan kesempurnaannya. la cahaya terang dan jalan lurus yang mengantar kepada keselamatan dunia dan kebahagiaan akhirat. la bashirah yang begitu jernih, tajam dan akurat mewartakan keadaan yang sesungguhnya, kemenangan yang terbentang dan bahaya yang mengancam, dengan segala syarat, sebab dan penawarnya. la memuat sejarah lampau, gambaran depan dan keadaan sekarang.
Namun apa yang didapat orang yang menutup rapat-rapat matanya sendiri, dari cahaya terang di sekitarnya? Terik mentari ditingkahi ribuan lampu sorot, tak menyelamatkannya dari terjerembab ke pelimbahan. Sebaliknya, lihatlah tuna netra yang berjalan di gelap malam, dapat selamat dan beroleh rizki mereka.
Allah Maha Adil, yang mengangkat sebagian orang dengan kekurangan fisiknya dan menjatuhkan lainnya walaupun berjasad sempurna. Tak ada makna kajian tema apa pun dalam kitab suci, sementara hati pengajinya berjelaga. Ada tikus mati dalam kandang, ada orang kehilangan tongkat dua kali atau terpagut ular dua kali di liang yang sama. Atau singa-singa mati lapar di padang dan daging pelanduk dilahap serigala. Ada budak tidur di tilam sutera, ada bangsawan berbaring di hamparan tanah.
Bila Nurani Bergetar
Berbahagialah pejuang yang tak mengkorupsi kemenangan masa depannya, walaupun hanya dengan sekedar rintih sesal didera lelah. Atau menumpang popularitas dengan nikmat tanpa rasa malu kepada-Nya. Mereka yang berhati nurani tak lagi melampirkan kesedihan, kesusahan, dan kelelahan kedalam neraca laba-rugi. Hati nurani mereka selalu hidup dan berbinar. Begitulah kiranya ketika Alkhalil Ibrahim AS meminta agar nabi yang dibangkitkan kelak dari keturunan Ismail AS, bertugas “….membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah dan menyucikan mereka..” (QS. AI-Baqarah:129), Allah mengijabah do’anya. Namun Ia menginginkan langkah kedua sesudah membacakan ayat-ayat-Nya dan sebelum mengajarkan Kitab dan Hikmah, satu kata kunci bagi keberhasilan da’wah ini, yaitu ‘menyucikan mereka‘ (QS. Al-Baqarah:151, Ali Imran:164, Al Jumu’ah:2).
Nurani yang hidup mampu menjembatani perbedaan dan meredam perpecahan. “Ulama akhirat tak saling berbenturan, karena akhirat sangatlah luas. Ulama dunia selalu bertikai dan bermusuhan karena dunia terlalu sempit untuk mereka perebutkan.” (Imam Ghazali).
Allah menyebutkan perumpamaan ulama buruk (suu‘) yang berhati nurani mati, seperti Bal’am sebagai anjing, yang bila dihalau menjulur dan bila didiamkan tetap menjulur (QS. Al –A’raf: 176). Anjing akan lari mengejar tulang dengan sedikit daging segar. Dan tak akan tertegun memandangi perhiasan di tangan pelempar seharga 1 milyar. Dan ketika melewati telaga, sang anjing segera menerkam bayangan dirinya, karena mengira ada anjing lain yang menggigit tulang. la ingin menguasai semua tulang. Alangkah rakusnya!
siapa yang telah rasakan dunia
aku pun telah mengenyamnya
telah digiring kepadaku pahitgetirnya
aku tak melihatnya selain bangkai yang membusuk
dikepung anjing-anjing dengan hanya satu semangat: cabik dan tarik!
Seorang imam sangat kecut dan malu ketika ada orang datang meminta sesuatu. “Oh, dosa apa yang kuperbuat, mestinya aku sudah menangkap hajatnya sebelum ia menyatakan permintaannya“. Tidakkah panitia zakat merasa tersindir ketika melihat kemiskinan hanya dari wajah pengemis profesional yang kerap menimbun harta melebihi keperluan. Al-Qur’an telah melekatkan sifat ‘jahil’ bagi mereka yang mengira para mujahid yang menjaga air wajahnya dengan menutup rapat-rapat penderitaan dan kemiskinan mereka, sebagai orang kaya. Sebaliknya sifat Rasul SAW disebutkan sebagai ma’rifah (kenal), karena dengan kejernihan bashirah mampu menangkap hakikat.
Karena itulah mereka mendapatkan jaminan baik bagi kehidupan kelak; “Beruntunglah orang yang tersibukkan oleh aib dirinya dari kesibukan mempersoalkan aib orang lain. la infakkan yang berlebih dari hartanya dan menahan yang berlebih dari perkataannya
Kemiskinan dan kesenangan tak masuk agenda fikiran para perempuan generasi Salaf yang melepas keberangkatan para suami. “Hati-hati terhadap harta yang haram. Kami tahan terhadap kemiskinan tetapi takkan tahan terhadap neraka,” begitu pesan mereka.
Di depan iring-iringan yang membawa Imam Ahmad bin Hambal ke penyidangan yang zalim, menghadanglah seorang perempuan. “Wahai Imam, kami perempuan-perempuan yang bekerja menenun. Hari-hari ini serdadu sultan meningkatkan perondaan sepanjang malam dengan obor-obor mereka. Karena kami bekerja dibawah pancaran cahaya obor serdadu sultan zalim itu, maka hasil tenunan kami di atas atap rumah menjadi lebih baik dan kami mendapat keuntungan tambahan. Halalkah kami memakan kelebihan untung itu?“. Demikianlah radiasi bashirah Imam yang tak kenal kompromi dengan kebathilan, merasuki hati nurani rakyat yang menjadi begitu sensitif.
Kematian Hati Nurani
Berapa banyak orang menguasai teori ilmu serta dikenal dan dihormati sebagai ilmuwan dan ulama, namun kehilangan potensi hati nurani. Bashirahnya tertutup limbah dunia, membuat cahayanya tak tembus menerangi jalan. Para koruptor yang memiskinkan rakyat dan menguras kekayaan bangsa untuk kepentingan diri sendiri adalah para pengkhianatyang mati rasa. Mereka yang memproduk siaran cabul, menyiarkan kebebasan seks, membuka rumah bordil, memproduksi dan mengedarkan tuak, candu dan madat adalah makhluk yang padam hati nurani. Kehidupan fisik tak mampu mengimbangi busuk akhlaq mereka yang membuat tak nyaman lingkungan. Tak ada orang yang kerasan berlama–lama dekat mereka. Hidup menebar bau busuk dan mati menuai amal busuk.
Mereka yang keruh nurani, selalu melihat dengan angan-angan panjang. “Seakan kematian hanya berlaku atas orang lain“. Sejauh ini dosa dan kemaksiatan merupakan pembunuh utama hati nurani. Hati menjadi keras membatu, watak menjadi beku dan hati menyempit. Ayat-ayat suci tak membekas di hati, kematian tak menghasilkan ibrah, luapan syahwat dunia semakin tak terkendali, wajah menggelap memantulkan kelam hati, hilang semangat beramal dan lenyap kelezatan dzikir.
Lihatlah para penjual ayat yang dengan ringan berfatwa bathil demi kekayaan diri. Do’a yang mereka bunyikan memang benar hanya bunyi. Dan bila ada kader muslim yang merasa, inilah zaman keterbukaan, lalu membumi hanguskan tradisi dakwah yang baik, mereka telah membunyikan lonceng kematian bagi hati nuraninya. Bila berpolitik, mereka hanya tahu intrik. Tak ada rasa malu merebut posisi, dengan berhias khayalan syaithani. Akulah Yusuf yang credible dan expert. Padahal begitu jauh jurang memisah, mana Yusuf, mana pemimpi di terik mentari. Golongan ini tak kenal mihwar tak kenal era, baginya semua adalah era naf’i dan mihwar maslahi (era mengambil keuntungan dan fase mengambil maslahat).
Orang-orang seperti itu harus kerap diajak menurunkan jenazah ke liang lahat, melepas kerabat di akhir nafas, atau berbiduk di lautan dengan gelombang yang ganas. Bila tak mempan, takbirkan empat kali bagi kematian hati nuraninya.
Tulisan pada rubrik Asasiyat di majalah Tarbawi Edisi 45 Th. 4/Sya’ban 1423 H/10 Oktober 2002 M

Rasa itu telah hilang

Bismillah,

Dalam perjalanan hdup kitabanyak hal yang kita lalui terkadang ada hal hal  yg bisa  qt ubah dan ada pula hal-hal  yg meskipun  qt sdh berusaha keras tapi tetap tidak bisa kita  ubah.
Inilah takdir , Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.
Seseorang yang sama sekali tidak  bisa berhitung misalnya  mungkin suatu saat akan bisa mengolah angka jika mau berusaha dan mau belajar matematika  serta berdoa, seorg yg sakit suatu saat juga  bisa sembuh  dengan berobat  dan  juga berdoa, seorg yg miskin bs mjd kaya jika mau bekerja keras dan berdoa. Beberapa hal tersebut tentu dapat berubah , dengan berusaha keras dan dengan izin Allah tentunya.
Tetapi dapatkah qt menghidupkan orang  mati yang sudah menjadi tanah  ? atau mungkin dapatkah  kita  mengubah seorg yang sudah tua renta menjadi  bayi kembali ? Dapatkah kita mengubah nasi menjadi bubur untuk menjadi nasi kembali ?
Tentu saja tidak , sedikit membahas mengenai nasi  yang menjadi bubur, kita tak akan bisa mengubah kembali bubur itu menjadi nasi kembali, yang kita harus lakukan adalah menambah bumbu dan kerupuk agar bubur itu menjadi enak dimakan, bukan malah membiarkan bubur itu terasa hambar dan lalu kita buang karena rasanya tidak enak. Begitupun ketika keterlanjuran akan sebuah dosa yang pernah kita lakukan, bukan karena sudah terlanjur makanya “sekalian nyemplung” tapi justru bagaimana kita memperbaiki diri dan segera keluar dari keterlanjuran itu.
Ternyata rasa (dicatatan saya sebelumnya) itu lambat laun bisa hilang kok, tinggal bagaimana sekarang saya menata hati dan menerima semuanya dengan ikhlas,
Ikhlas itu berat ternyata... tapi manusia wajib berusaha untuk menggapainya ...
Mungkin inilah mengapa bab ikhlas sering  ada di no 1 di buku2 tazkiyatun nafz
Seseorang yang shaleh pernah berkata “ikhlas sesaat mengakibatkan keselamatan selama-lamanya akan tetapi ikhlas itu sangat berat.” (di buku taziyatun nafs imam al ghazali)
As-Susi berkata “ikhlas adalah hilangnya perhatian terhadap ikhlas. Barangsiapa yang melihat keikhlasannya sebagai keikhlasan maka kekhlasannya itu membutuhkan keikhlasan”
Ayyub berkata “mengikhlaskan niat bagi orang-orang yang beramak itu lebih berat daripada semua amal”
Mari belajar ikhlas,
Sebenarnya kebahagiaan itu lahir bukan pada kemampuan membuat hal hal yang tidak pasti menjadi pasti , Kebahagiaan itu lahir  dari benarnya cara pandang sikap dan perilaku  dalam suasana yang serba tidak pasti . Seperti saat kita sedang  berkeluh kesah yang salah bukan keadaanya, tapi kita sendirilah  yang memilih untuk bahagia atau bersedih dalam menyikapi keadaan itu.
Seorang mukmin dengan konsepsi keimanannya akan mampu memandang persoalan dengan sudut pandang yang berbeda dengan umumnya manusia. Baginya ukuran baik atau buruknya sesuatu, benar atau salah, suka dan dukanya sesuatu semua dikembalikan nilainya kepada Allah swt.
Hal inilah yang menjadikan seoarang mukmin itu senantiasa berpikir positif dan optimis dalam mengarungi kehidupannya, sekalipun harus menghadapi berbagai ujian, atau kenyataan paling pahit dalam hidupnya, ia tidak akan mudah patah dan berputus asa . Karena ia yakin bahwa setiap kejadian pastilah sudah dalam kehendak dan takdir Allah swt.
” Katakan tidak akan menimpa kepada kita suatu musibah apaun kecuali apa-apa yang telah di ditetapkan oleh Allah swt”
Maka tepatlah apa yang di sabdakan Nabi saw :
“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin bahwa semua urusannya baik, yang demikaian itu tidak terjadi pada siapapun, kecuali untuk orang mukmin, jika menimpanya sesuatu yang menggembirakan bersyukurlah ia maka adalah kebaikan baginya, dan jika menimpanya sesuatu yang menyusahkan bersabarlah ia maka adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim )
Keberhasilan dan kegagalan adalah hal yang lumrah dalam hidup ini tetapi berlebih-lebihan dalam menyesali kegagalan justru merupakan bentuk  kegagalan yang lebih besar lagi yaitu gagal mengendalikan diri.
Hidup dan mati adalah suatu kepastian, tapi meratapi kematian orang  yang sangat kita cintai sampai merasa hidup kita tidak berguna lagi dan ingin cepat mati justru itu adalah kematian yang jauh lebih mengerikan yaitu kematian harapan.
Tataplah segala hal dengan kaca mata iman , cepat atau lambat kita akan mengerti  bahwa rangkaian peristiwa adalah jalan yang terbaik yang Allah pilihkan untuk kita.
20 jan 2011 12:46
Alhamdulillah rasa itu sudah mulai hilang berganti dengan kecintaan yang semoga akan semakin mendalam karenaNYA... aamin

Rabu, 19 Januari 2011

jagalah shalatmu wahai diriku ...

Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa ini nampaknya menjadi sebab utama, kenapa banyak dari kaum muslimin tidak mengerjakan shalat. Tak usah jauh-jauh untuk melaksanakan sholat sunnah, sholat 5 waktu yang wajib saja mereka tidak kerjakan padahal cukup 10 menit waktu yang diperlukan untuk melaksanakan shalat dengan khusyuk. Bukan sesuatu yang mengherankan, banyak kaum muslimin bekerja banting tulang sejak matahari terbit hingga terbenam. Pertanyaannya, kenapa mereka melakukan hal itu? Karena mereka mengetahui bahwa hidup perlu makan, makan perlu uang, dan uang hanya didapat jika bekerja. Karena mereka mengetahui keutamaan bekerja keras, maka mereka pun melakukannya. Oleh karena itu, dalam tulisan yang singkat ini, kami akan mengemukakan pembahasan keutamaan shalat lima waktu dan hukum meninggalkannya. Semoga dengan sedikit goresan tinta ini dapat memotivasi kaum muslimin sekalian untuk selalu memperhatikan rukun Islam yang teramat mulia ini.
Kedudukan Shalat dalam Islam
Shalat memiliki kedudukan yang agung dalam islam. Kita dapat melihat keutamaan shalat tersebut dalam beberapa point berikut ini[1].
1) Shalat adalah kewajiban paling utama setelah dua kalimat syahadat dan merupakan salah satu rukun islam.
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”[2]
2) Shalat merupakan pembeda antara muslim dan kafir.
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya batasan antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir” [3]. Salah seorang tabi’in bernama Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata, “Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”[4]
3) Shalat adalah tiang agama dan agama seseorang tidak tegak kecuali dengan menegakkan shalat.
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”[5]
4) Amalan yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala  mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”  Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.”[6]
5) Shalat merupakan Penjaga Darah dan Harta Seseorang
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau mengucapkan laa ilaaha illalloh (Tiada sesembahan yang haq kecuali Allah), menegakkan shalat, dan membayar zakat. Apabila mereka telah melakukan semua itu, berarti mereka telah memelihara harta dan jiwanya dariku kecuali ada alasan yang hak menurut Islam (bagiku untuk memerangi mereka) dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala.”[7]
Keutamaan Mengerjakan Shalat 5 waktu
Shalat memiliki keutamaan-keutamaan berupa pahala, ampunan dan berbagai keuntungan yang Allah sediakan bagi orang yang menegakkan sholat dan rukun-rukunnnya dan lebih utama lagi apabila sunnah-sunnah sholat 5 waktu dikerjakan, diantara keutamaan-keutamaan tersebut adalah
1) Mendapatkan cinta dan ridho Allah
Orang yang mengerjakan shalat berarti menjalankan perintah Allah, maka ia pantas mendapatkan cinta dan keridhoan Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah (wahai muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
2) Selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 71). Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Rahimahullahu ta’ala berkata, “Yang dimaksud dengan kemenangan dalam ayat ini adalah selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga”[8]. Dan melaksanakan sholat termasuk mentaati Allah dan Rasul-Nya.
3) Pewaris surga Firdaus dan kekal didalamnya
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memelihara sholatnya mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-11)
4) Pelaku shalat disifati sebagai seorang muslim yang beriman dan bertaqwa
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al Baqarah: 2-3)
5) Akan mendapat ampunan dan pahala yang besar dari  Allah
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35)
6) Shalat tempat meminta pertolongan kepada Allah sekaligus ciri orang yang khusyuk
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah: 45)
7) Shalat mencegah hamba dari Perbuatan Keji dan Mungkar
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut: 45)
Hukum Meninggalkan Shalat
Di awal telah dijelaskan bahwa shalat merupakan tiang agama dan merupakan pembeda antara muslim dan kafir. Lalu bagaimanakah hukum meninggalkan shalat itu sendiri, apakah membuat seseorang itu kafir?
Perlu diketahui, para ulama telah sepakat (baca: ijma’) bahwa dosa meninggalkan shalat lima waktu lebih besar dari dosa-dosa besar lainnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[9]
Adapun berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat, kami dapat rinci sebagai berikut:
Kasus pertama: Meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, ‘Sholat oleh, ora sholat oleh.’ [Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa]. Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.
Kasus kedua: Meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya.  Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in. Contoh hadits mengenai masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[10]
Kasus ketiga: Ttidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya].[11]
Kasus keempat: Meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
Kasus kelima: Mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107] : 4-5)[12]
Nasehat Berharga: Jangan Tinggalkan Shalatmu!
Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.“
Imam Ahmad –rahimahullah- juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.“[13]
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini  hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).“[14]
Semoga tulisan sederhana ini dapat memotivasi kita sekalian dan dapat mendorong saudara kita lainnya untuk lebih perhatian terhadap shalat lima waktu. Hanya Allah yang memberi taufik.
Penulis: Rahmat Ariza Putra[15]
Muroja’ah: M. A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

[1] Point-point ini disarikan dari kitab Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, Al Maktabah At Taufiqiyah. [2] HR Muslim no. 16.
[3] HR Muslim no. 978.
[4] Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52. [ed]
[5] HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi [ed]
[6] HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330 [ed]
[7] HR. Bukhari dan Muslim.
[8] Aisirut Tafasir, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Hafidzhahullahu, Asy Syamilah
[9] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin Qayyim Al Jauziyah, hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir.[ed]
[10] HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574 [ed]
[11] Lihat pula penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 7/617, Darul Wafa’.[ed]
[12] Lihat penjabaran kasus ini dalam Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, Syaikh Abdul Mun’im Salim, hal. 189-190. [ed]
[13] Lihat Ash Sholah, hal. 12. [ed]
[14] Lihat Ash Sholah, 35-36. [ed]
[15] Tulisan ini telah mengalami pengeditan dan penambahan seperlunya oleh editor (M.A. Tuasikal).

tak seharusnya rasa itu ada

Bismillah,
"katakanlah, "wahai hamba hambaKu yg melampaui bts thd diri mreka sndiri. Jgnlah kalian bputus asa dr rahmat Allah. Sesungguhny Allah mgampuni dosa2 smwny. Sungguh, Dialah Yg Maha Pgampun, Maha Pnyayang. Dan kembalilah kalian kpd Tuhan kalian n bserah dirilah kpdNYA sblm dtg azab kpd kalian (az zumar 53-54)

smg blm tlambat,

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Bila ditimpa kesusahan berkeluh kesah, dan bila mendapat kebaikan amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya; dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak punya apa-apa (namun tidak mau memintanya), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka .....". (Q.S. Al-Ma'arij : 19 -30)
Semoga Allah mengampuni kita,
Ketika hati sudah terkotori, fikiranpun tertutup dan sulit untuk membuka diri, segala hal yang dilakukan oleh orang-orang sekitar kita akan selalu kita anggap salah,
Ketika hati sudah terkotori, fikiranpun tertutup, rasa iri, cemburu bahkan mungkin kekesalan yang teramat dalam selalu muncul di hati,
Ketika hati sudah terkotori, fikiranpun tertutup, sulit untuk menerima kebaikan orang-orang sekitar.
Dan Ketika hati sudah terkotori, sudah saatnyalah kita semakin mendekat kepadaNya,
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS 13 :28).

tak selayakny dg nikmat Allah yg melimpah ini manusia bkeluh kesah,
selalu bsemangatlah, krn semangat mrpk satu suntikan extra

Qt dpt melakukan hal hal dengan lebih mudah bila qt memiliki smangat
smangat adl ragi yg mbwt harapan qt membumbung tinggi mcapai bintang

semangat adl kilauan mata
ayunan langkah
aliran smgt dan energi yg bisa menunjang untuk mwujudkan ide2 qt

Mereka yg memiliki smangat adl jagoan
mereka memiliki kberanian
mereka memiliki kualitas

dg semangat ada pencapaian
...tanpa semangat hanya ada alasan

Bersemangatlah dan buat orang-orang tersenyum melihatmu.
aku tidak tau ini rahmat atau musibah tapi aku tetap bersyukur kepadaNya,
sabar dan syukur itulah kuncinya.

ketika mgkn smw mjd smakin suram, yg kita perlukan mgkn kembali membersihkan hati dr sgala kotoran,

tak seharusny rasa cemburu dan iri itu ada dlm diri,
bukankah iri itu dbolehkan hanya utk 2hal ?
“Tidak boleh hasad kecuali dalam dua hal, yaitu (hasad kepada) orang-orang yang diberi kemampuan (membaca) al-Quran oleh Allah, lalu dia menegakkan (melaksanakan membaca) al-Quran baik diwaktu siang ataupun malam dan (hasad kepada) orang-orang yang diberi harta oleh Allah lalu dia infakkan baik diwaktu malam ataupun diwaktu siang“. (HR Muslim).
jadi tak sharusny rasa itu ada dalam diri karena alasan selain itu.
Bersemangatlah dan buat orang-orang tersenyum melihatmu.

bukalah hatimu..