Rabu, 30 Maret 2011

13 Kesalahan dalam Sholat yang Sering Terjadi


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
copast dari http://alhijroh.net/fiqih-tazkiyatun-nafs/13-kesalahan-dalam-sholat-yang-sering-terjadi/
Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Tak ayal lagi dan merupakan sebuah hal yang diketahui bersama bahwa sholat memiliki keagungan yang sangat tinggi dalam islam. Bersamaan dengan itu tak jarang kita lihat berbagai praktek sholat yang salah dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin. Oleh karena itulah banyak kalangan para ulama’ menulis kitab yang berhubungan dengan kesalahan yang terjadi dalam sholat. Semisal apa yang ditulis Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman dan Abdul Aziz bin Abdur Rahman al Musanid. Hal ini menunjukkan perhatian mereka tentang masalah yang dihadapi kaum muslimin dan bukti kalau hal tersebut benar-benar melanda di hampir semua penjuru dunia.
Untuk itulah kami nukilkan sebagian kesalahan tersebut yang sering kami lihat terjadi di sekitar kita dan bagaimana sikap yang benar.
Kesalahan :
[1]. Melafadzkan niat dalam sholat, seperti ucapan sebagian orang ketika hendak mengangkat tabirotul ihrom
نَوَيْتُ أَنْ أُصَلِّيَ الْظُهْرِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ فِيْ جَمَاعَةٍ أَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat mengerjakan sholat dzuhur empat roka’at secara berjama’ah karena mengharapkan (ridho) Allah Ta’ala”[1].
Koreksi :
Sesungguhnya niat sebuah amalan letaknya di hati dan tidak boleh dilafadzkan. Syaikhul Islam Ahmad bin Taimiyah rohimahullah memiliki pembahasan yang bagus seputar masalah ini. Diantara pembahasan beliau, beliau mengatakan, “Sesungguhnya melafadzkan niat merupakan salah satu bentuk lemahnya cara berfikir dan lemahnya pengetahuan agama seseorang. Hal ini juga termasuk bid’ah yang buruk”. [Majmu’ Fatawa hal. 227-258/XXII].
Kesalahan :
[2]. Sebagaian orang yang mengerjakan sholat mencukupkan diri membaca surat Al Fatihah dan surat lain setelahnya di dalam hati dan tidak menggerakkan bibirnya. Hal yang demikian ini juga dikerjakan sebagaian orang ketika membaca dzikir/bacaan ruku’, i’tidal, sujud dan dzikir lainnya dalam sholat.
Koreksi :
Sudah seharusnya seorang yang sedang mengerjakan sholat membaca surat Al Fatihah, surat lain setelahnya dengan menggerakkan bibirnya agar ia (dirinya sendiri[2]) bisa mendengar apa yang dibacanya. Hal yang demikian ini juga seharusnya dikerjakan juga pada dzikir/bacaan ruku’, i’tidal, sujud dan dzikir lainnya dalam sholat.
Kesalahan :
[3]. Seorang yang datang ke mesjid untuk melakukan sholat berjama’ah. Ketika itu ia mendapati imam telah ruku’ kemudian ia langsung ruku’ bersama imam setelah melakukan satu takbir saja[3].
Koreksi :
Jika seorang yang datang ke mesjid untuk melakukan sholat berjama’ah ketika itu imam sudah ruku’ maka hendaklah ia ruku’ bersama imam setelah melakukan dua takbir dengan niat (di dalam hatinya) takbir yang pertama adalah takbirotul ihrom dan yang kedua adalah takbirotul intiqol untuk ruku’[4].
Kesalahan :
[4]. Tidak mengangkat tangan pada saat dimana terdapat hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang menyebutkan disunnahkan mengangkat tangan ketika itu.
Koreksi :
Merupakan bentuk mengikuti cara sholat Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam ketika kita mengangat tangan dimana beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengangkat tangan, semisal ketika takbirotul ihrom, ketika hendak ruku’, ketika berdiri dari ruku’, ketika berdiri setelah tasyahud awal dan terkadang[5] ketika hendak berdiri dari sujud.
Kesalahan :
[5]. Menunda-nunda takbirotul ihrom (bersama imam).
Koreksi :
Datang ke mesjid sebelum imam melakukan takbirotul ihrom untuk sholat jama’ah memiliki banyak keutamaan, terutama untuk melakukan ibadah sunnah semisal sholat tahiyatul mesjid, sholat rowatib atau membaca ayat-ayat Al Qur’an serta dapat takbirotul ihrom bersama imam. Hal ini juga merupakan bukti yang menunjukkan benarnya iman dan kecintaan terhadap sholat. Sedangkan datang ke mesjid dengan menunda-nunda keberangkatan sehingga tidak dapat melakukan takbirotul ihrom bersama imam merupakan bentuk merasa berat terhadap sholat dan akan kehilangan kebaikan yang sangat banyak dan yang lebih disayangkan lagi adalah jika sampai ketinggalan rokaat yang banyak dan hal ini sering terjadi. Maka hal ini adalah perkara yang diinginkan syaithon untuk memburu orang-orang yang lemah imannya dan agar mereka terjauhkan dari kebaikan. Maka sudah sepantasnya kita menghindari hal ini.
Kesalahan :
[6]. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri namun meletakkan kedua (terlalu) dekat dengan leher.
Koreksi :
Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan ditempatkan di dada[6]. Adapun menempatkannya di dekat leher maka hal ini adalah merupakan salah satu bentuk berlebih-lebihan dan memberat-beratkan diri.
Kesalahan :
[7]. Sebagian orang ketika hendak melaksanakan sholat subuh, hal ini lebih terlihat lagi pada saat pelaksanaan sholat tarawih pada bulan Romadhon bersandar di tiang-tiang mesjid yang ada di belakangnya. Kemudian ia barulah akan berdiri ketika imam hendak ruku’.
Koreksi :
Sudah seharusnya hal ini ditinggalkan. Sebagian ulama’ mengatakan hal ini tidaklah boleh dikerjakan bahkan rokaat yang ia kerjakan demikianpun tidak teranggap/tidak sah. Namun sangat disayangkan hal ini banyak terjadi.
Kesalahan :
[8]. Berlomba-lomba (agar mendahului imam) ruku’ dengan imam.
Koreksi :
Adalah suatu hal yang terlarang mendahului imam dalam bentuk apapun. Karena imam itu diangkat untuk diikuti. Sehingga makmum tidaklah boleh ruku’ kecuali imam telah sempurna ruku’.
Kesalahan :
[9]. Sebagian kaum muslimin ketika bangkit/berdiri dari ruku’ mereka mengangkat tangannya seperti mengangkat tangan ketika berdo’a yaitu mengarahkan telapak tangannya ke arah langit sedangkan punggung tangannya menghadap ke arah bawah serta menengadahkan pandangan mereka ke arah langit.
Koreksi :
Mengangkat tangan yang disyari’atkan ketika bangkit/berdiri dari ruku’ adalah mengangkatnya sejajar kedua telinga tanpa menyentuhnya atau sejajar kedua pundak, posisi kedua telapak tangan dan menjadikan punggung telapak tangannya mengarah ke langit dan telapak tangannya mengarah ke bawah[7].
Kesalahan :
[10]. Menunda-nunda bangun/bangkit dari ruku’ semisal ketika imam telah bangkit/bangun dari ruku’ (dengan sempurna -ed.) sedangkan makmum masih ruku’.
Koreksi :
Makmum tidaklah boleh menunda-nunda gerakan dari gerakan imam dalam gerakan-gerakan sholat. Jika imam telah bangkit dari ruku’ maka makmum (seharusnya) langsung mengikutinya bangkit dari ruku’.
Kesalahan :
[11]. Sebagian orang yang sholat jika masuk ke mesjid dan imam sedang bangkit dari ruku’ atau sedang sujud sebagian orang menunggu imam tasyahud atau menunggu imam bangkit berdiri.
Koreksi :
Jika makmum masuk ke mesjid sudah sepantasnya ia mengikuti gerakan imam bagaimanapun gerakan yang sedang dilakukan imam ketika itu[8]. Meskipun ketika itu imam sedang dalam keadaan sujud, atau bangkit dari ruku’ dan semisal itu.
Kesalahan :
[12]. Tidak meluruskan punggung ketika ruku’ padahal ia mampu melakukannya.
Koreksi :
Seharusnya ketika ruku’ seorang yang mampu keadaan punggungnya harus lurus seperti lurusnya punggung jika diletakkan wadah air yang berisi air dan airnya tidak tumpah (tetap pada posisinya).
Kesalahan :
[13]. Sujud dengan menempelkan dahi saja ke tempat sujud tanpa mengikut sertakan hidung padahal tidak dalam keadaan darurat.
Koreksi :
Sujud harus dengan menempelkan dahi dan hidung ke tempat sujud bersamaan.
Demikianlah pembahasan singkat seputar masalah kesalahan sholat yang sering kali terjadi, mudah-mudahan kita dapat memperoleh faidah dari pembahasan ini. Amin


Sigambal,
Diantara waktu maghrib dan isya’ bersama istri tercinta
Aditya Budiman bin Usman
10 Maret 2011 M.

[1] Semisal lafadz niat di atas lafadz niat yang banyak berkembang di daerah penulis yaitu,
أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى
“(Aku berniat) mengerjakan sholat dzuhur empat roka’at sebagai makmum (karena mengaharap ridho) Allah Ta’ala”.
[2] Peringatan : Hal ini tidaklah membenarkan amalan sebagian orang yang ingin menerpkan hal ini namun dengan membaca keras sehingga bukan hanya dirinya yang dapat mendengar bacaannya namun orang lain juga bisa mendengarkan bacaannya. Sehingga akhirnya mengganggu orang lain yang juga mengerjakan sholat. (ed.)
[3] Boleh jadi takbirotul ihrom saja atau malah yang lebih parah hanya takbir intiqol/tabir untuk perpindahan gerakan saja. (ed.)
[4] Syaikh Abdur Rohman bin Jibrin Ro’ahullah menambahkan, “Akan tetapi jika tidak mungkin baginya melakukan dua takbir maka satu kali saja sudah cukup (dengan niat takbirotul ihrom) dan gugur baginya takbir yang kedua/intiqol untuk ruku’”.
[5] Sebuah kesalahan juga jika setiap kali hendak berdiri dari sujud mengangkat tangan. (ed.)
[6] Batas masih termasuk dada ialah bagiat di atas pusar.
[7] Syaikh al Albaniy rohimahullah menyebutkan cara mengangkat tangan ketika bangkit/berdiri dari ruku’ adalah sama seperti takbirotul ihrom yaitu mengarahkan jari-jarinya lurus ke atas. [Lihat Shifat Sholat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam oleh al Albaniy rohimahullah hal. 118, 76, terbitan Maktabah Ma’arif, Riyadh cetakan ke-3].
[8] Namun harus mengikuti apa yang disebutkan dalam point 3 pada tulisan ini. (ed.)

Take Action

Bismillah
26maret2011

selalu ada cerita n hikmah yg beliau bawa setiap pekanya,
dan selalu dikaitkan dg tingkah kami yg terkadang suka "ngeles"

kali ini bukan ummah dewi, seorang insinyur yg paling tua diantara kami tp semangat belajarny luar biasa,
kali ini tentang fahriz, rima, dan yg lain, mahasiswi yg tpaksa bolos 2pekan krn pulang kampung,

"fahriz, 13 pertanyaan, silahkan" kata sang guru
"haduh belum berani, susah, besok insyaAllah" jawabny
"kalo besok jd 15 ya" kata sang guru
"kok gitu? Ok. InsyaAllah" jawabny

dialog ketika sang guru meminta muridny bercakap2 dg bhs asing yg sdg mreka pelajari

seperti notes saya sblmy ketika petani terlalu byk bfikir tanpa btindak, maka smakin byk mata bajak yg patah...

tidak ada yg susah, yang susah adalah krn qt menunda.
Kegagalan adl saat anda tdk berani memulai,
mulailah dr SEKARANG
TAKE ACTION

lebih baik orang yg salah krn mencoba sesuatu yg baik tp belum berhasil dr pada org yg tdk pernah salah krn tdk pernah mw mencoba

hikmah adl harta orang mukmin yg hilang dan ia adl milik siapa saja yg menemukanya

belajar dr hikmah hari ini, kaki luka luka tersaduk aspal saat jalan bsama kayla, tandany harus nabung bwt beli sandal gunung...

tentang cinta ...



Bismillah

29maret2011,
jika biasanya tetangga sebelah menyetel lagu2 wali maupun musik2 aneh lainy dg keras, kali ini tdgar senandung ini

"Siapa yg cinta pada nabinya, pasti bahagia dalam hidupny

Muhammadku Muhammadku dengarlah seruanku, aku rindu aku rindu padamu Muhammadku"

jd smakin rindu,
teringat kisah yg sempat saya bc dsbuah buku sbg pgantar tidur malam kmrn,

dalam kitab2 hadits disebutkan sbuah hadits dg sanah yg shahih bhw sjumlah pemuda dtg mghadap Rasulullah, lalu bliau btanya "apa yg kalian kehendaki?". Msg2 dr mreka pun mengemukakan pmintaannya yg bkaitan dg masalah kduniawian n pghidupan. Seorg dr mreka minta baju, lalu bliau memberinya, yg lain minta uang, mk beliau memberinya, n yg lainy minta makanan n bliau pun memberinya,

akan tetapi, yg seorang lg dari mereka hanya diam, lalu berkata "wahai rasulullah, aku ingin engkau bersedia bicara dgku utk st keperluan", mk bliau pun menyendiri dgnya.
Pemuda itu bkata "sesungguhny aku tdk mginginkan kebendaan duniawi, tp aku ingin mjd temanmu di surga." rasulullah btanya "apakah ada permintaan lainy?" pemuda itu mjwb "hanya itu yg saya minta." rasulullah pun bsabda "Maka bantulah aku utk menolong dirimu dg byk sujud (shalat)" _hr muslim, abu dawud, dan nasa'i_

karena cinta butuh bukti nyata...
Shalat dan berkurbanlah, smg kita tmsuk pribadi yg bersyukur,

*cambuk hati

Jumat, 25 Maret 2011

Pacar ???

Bismillah

dialog ini tjd beberapa hari yg lalu
sehabis agenda pagi kami,

kebetulan sblm dialog ini tjd agenda pagi kami membahas ttg shalat jamak n qashar, pada bab jenis perjalanan yg membolehkan qashar,
ada beberapa pendapat, begitu kata sang ustadz

hanafiyah : diperbolehkany utk meng qashar shalat dlm segala macam jenis perjalanan, baik perjalanan ibadah, mubah, dan maksiat.

kaidahny : suatu perbuatan buruk yg berada di suatu masalah syara' tdk menghilangkan syariat.

sdgkan jumhur ulama bpendapat bhw safar yg dperbolehkan utk meng qashar shalat hanya perjalanan ibadah n mubah, sedang perjalanan maksiat tdk diperbolehkan utk meng qashar krn hal itu akan membantu dlm kemaksiatanya,

selain itu sang ustadz jg mbhs pendapat2 yg lain

dalam mencontohkan pendapat hanafiyah tsb, beliau mgatakan "berarti kalo perjalanan itu bwt pacaran, dan qt mggunakan pdapat jumhur ulama gak boleh di qashar ya, kan maksiat?"

weits,
"he, berarti kalo q ketemuan sama pacarku, gak boleh di qashar ya?" kata seorang mbak disamping saya,

"makany mb, nikah saja"

"aamiin, doain y pen si xxx (nama pacarny cepet ngelamar aku" kata mbakny

*dialog ini saya singkat, krn lupa2 inget,

intinya, terkadang qt tau sesuatu itu salah tp qt tetap melakukany,

so... waspadalah
smg qt bs mengekang diri qt agar tetap d jalan yg benar

he, judul n isi keknya gak nyambung,

24maret2011, 20:54

Kamis, 24 Maret 2011

Hanya karena rahmat-Nya lah kita masuk surga ...


Bismillah ...

18 Maret 2011

Oleh-oleh dari dharma wanita sekjen part 1 ... (plus saya tambah dengan hal-hal yang berkaitan dengan tema, semoga tidak mengubah isi)

Banyak sekali orang yang yakin pasti akan masuk surga ...yakin masuk surga karena ibadah yang mereka lakukan , karena shalat mereka, krn puasa mereka, karena sedekah mereka, dan berpuas dengan ibadah2 yang sudah mereka lakukan tanpa khawatir apakah ibadahnya diterima...  STOP ... kita masuk surga bukan karena amalan kita , tp karena keridhoan  Allah
Ehm, bukankah seharusnya ibadah itu harus terdapat 3 komponen : cinta, harap dan takut...
Dan yang jelas ikhlas karena Allah...
Pernah dikisahkan seorang abid (ahli ibadah) pernah berdoa agar Allah SWT memanjangkan usianya, supaya ia dapat beribadah lebih banyak. Oleh Allah doa itu dikabulkan, sehingga ia berusia 500 tahun.
Setelah ia wafat, Allah membangkitkannya kembali untuk diperhitungkan amal dan dosanya. Di akhirat, Allah memerintahkan malaikat untuk membawa si abid ke surga karena rahmat-Nya. Tapi abid itu menolak seraya berkata, "Kenapa karena rahmat-Mu?"
Tapi Allah tetap memerintahkan malaikat untuk membawa abid tadi ke surga karena rahmat-Nya. Dan kembali si abid menolak.
Hingga untuk ketiga kalinya, ketika para malaikat hendak mengantarkan ia ke surga, abid masih enggan. "Ya Allah, bukankah aku masuk surga karena banyaknya ibadahku, kenapa Engkau mengatakan karena rahmat-Mu?"
Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menimbang antara ibadah si abid dengan rahmat-Nya. Ternyata, rahmat Allah jauh lebih berat timbangannya daripada ibadah abid. Hampir saja Allah memerintahkan malaikat-Nya untuk membawa abid ke neraka, tapi karena abid mengakui kekhilafannya, maka ia kemudian dibawa ke surga. Satu lagi bukti bahwa rahmat Allah lebih besar nilainya daripada ibadah seorang abid.
Maklumlah, jika seorang ahli ibadah merasa yakin dengan amalnya. Bukankah masa 500 tahun itu bukan waktu yang sebentar? Apalagi ia mengisinya dengan ibadah. Tapi, ternyata rahmat yang Allah limpahkan kepadanya selama 500 tahun itu jauh lebih banyak daripada ibadah yang ia kerjakan. Sedangkan Allah tidak pernah lalai apalagi curang.
Membaca kisah filosofis di atas, seorang Mukmin tidak kemudian beranggapan bahwa ibadah tidak perlu, mengingat rahmat Allah selalu saja lebih berat timbangannya daripada amal ibadah yang kita kerjakan. Sehingga, semua terserah Allah, memasukkan ke surga atau neraka.
Pemikiran yang benar, jika usia 500 tahun yang dihabiskan untuk ibadah masih belum cukup untuk sekadar mengimbangi rahmat Allah, maka bagaimana jika kurang dari itu, 60 tahun rata-rata usia kita, misalnya. Itu pun jika betul-betul diisi dengan ibadah seperti yang dilakukan abid, jika tidak?
Jika 24 jam dalam sehari kita masih menggunakan perhitungan jahiliyah dengan jam tidur 8 jam, maka paling tidak sepertiga hidup kita masih diisi oleh hal-hal mubah. Lalu, adakah jaminan bahwa dua per tiga sisanya digunakan untuk ibadah? Bagaimana dengan dosa, apakah lebih sedikit atau lebih banyak menyita waktu daripada hal-hal yang mubah?
Rasulullah saw mencontohkan ummatnya untuk senantiasa bermuhasabah (introspeksi diri) sebelum tidur. Di ujung lelah itu, kita dibiasakan menghitung ulang segala kekhilafan. Dari penyakit hati, panca indra yang tak terjaga, hingga zhalim terhadap saudara. Jika dikalkulasikan antara perbuatan mubah, sia-sia, hingga dosa, maka berapa bagian sisa waktu yang kita gunakan untuk ibadah? Adakah separuh usia saja?
Beliau juga pernah bersabda, "Sekali-kali amal salah seorang di antara kalian tidak akan mampu memasukkannya ke dalam surga." Mereka bertanya, "Tidak pula engkau, wahai Rasulullah?" beliau menjawab, "Tidak pula aku, kecuali Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku." (muttafaq ‘alaih).
Tidak pula aku, kata beliau! Mahasuci Allah yang tidak kikir, sehingga kita masih punya banyak jalan untuk beribadah, guna mengundang rahmat-Nya.
"…Allah berfirman, ‘Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.’" (QS. Al-A’raf [7]: 156)
Begitu banyak perbuatan remeh yang bernilai ibadah di sisi Allah, seperti mendoakan orang yang bersin, menyingkirkan duri di jalan, memberi makan hewan, menjenguk orang sakit, berwajah manis saat bertemu, menebar salam, menasihati teman….
"Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf [12]: 87)

-bersambung-

Jumat, 18 Maret 2011

Izinkan Kami Bertutur Untuk Para Pejuang Dakwah Sekolah

Islamedia - Kami, dilahirkan dari rahim hangat da'wah sekolah. Diasuh oleh ketulusan para mentor dan murobbi sekolah membuat kami mampu tegak berdiri menghadapi berbagai permasalahan tdk hanya di dunia sekolah tapi juga di dunia mahasiswa.

Hingga kini kami bertahan...

Fabi ayyi 'ala I robbikuma tukadziban !

***

Da'wah, rasanya bisa dikatakan menjadi tempat dimana semua keterbatasan ada, keterbatasan SDM, keterbatasan dana,keterbatasan waktu, bahkan terkadang keterbatasan izin orangtua. Namun ternyata da'wah mampu mengalirkan keberlimpahan cinta untuk sesama, keberlimpahan inspirasi, dan keberlimpahan cahaya yang mencerahkan.

Tak perlu jauh mencari bukti,
Di dekat, bukti itu adalah kami,
Juga kalian.
Di tempat yang jauh, bukti itu tersebar dari Gaza hingga Papua, torehan peristiwa ajaib yang memukau kehidupan. Bacalah-carilah, kelak bukti itu akan membuat kita bersyukur pernah disentuh oleh da'wah.

Da'wah selalu mencerahkan
Dan istimewanya,
Da'wah sekolah selalu mendapat kesempatan pertama untuk mencerahkan manusia,
Itu karena da'wah sekolah berhadapan dengan para manusia belia, para calon pelanjut generasi bangsa yang tulang belulangnya masih kokoh berdiri, yang senyumannya masih secerah mentari pagi.

Tak usah menunggu tua untuk melihat perubahan, di sekolah yang di'cerahkan', musholla selalu tampak penuh dengan jejalan putih abu di jama'ah dhuha,
Kemeja siswa tampak menggembung diisi mush'af,
Tahajjud bersama pun digelar
Dengungan tilawah dan hapalan menembus telinga yg masih ada setitik keimanan
Bukan itu saja,
Belia-belia putih abu istimewapun terlihat dari kesantunannya berbicara, kejujurannya saat ujian, kekokohannya menjaga harga diri, kebaikan akademisnya, kehebatannya membagi waktu dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Sungguh, Keberkahan yang Allah lahirkan dari da'wah sekolah telah mampu mengobati zaman yang telah luka berdarah-darah,
Oleh tawuran pelajar
Oleh pergaulan bebas pelajar
Oleh pornografi pelajar
Oleh akhlak hina pelajar
Oleh kecurangan pelajar
Oleh hedonisme pelajar

Da'wah sekolah yang digadang-gadang siang malam oleh saya, kami,kalian, dan ribuan aktivis da'wah sekolah lainnya
Telah mampu membuat jalinan mimpi indah tentang negeri yang 'baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur ' itu terajut kembali
Bahwa harapan itu masih ada
Bahwa waktu sela kehadiran azab Allah itu masih bisa dipanjangkan...

Fabi ayyi 'ala I robbikuma tukadzibaan
Maka ni'mat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan...

Tak mampu kami hidup tanpa da'wah, telah kami dan kalian ikrarkan,
Telah kami dan kalian buktikan
Telah kami dan kalian perjuangkan
Pusaran da'wah yang indah telah membuat kelelahan langkah kita tak lagi bermakna
Manisnya iman dan ukhuwah telah membuat
habisnya uang, habisnya waktu kita tak lagi punya arti

Kita percaya bahwa da'wah telah menyirami keimanan manusia, dan iman sejak kehadirannya selalu mampu merubah apa saja. Bahwa iman selalu membawa jutaan cerita ajaib dalam kehidupan, bahwa iman mampu membuat kita bertahan dan lebih berdaya.

Jadi Wahai Adik,
Tetaplah berjuang, bertahan,berpegangan tangan,
Kelak kalian akan saksikan, ada dunia baru yang Allah berkahi,yang tentram dan indah,
Yang akan kita wariskan untuk manusia-manusia baru yang tak lain adalah anak-cucu kita sendiri

Jadi Wahai Adik,
Jangan pernah berhenti,
Karena berhenti berarti mati
Karena berhenti berarti hidup tanpa cahaya

Wahai Adik,
Sungguh, langkah kaki kalian selalu kami doakan,
Agar Allah mudahkan
Agar Allah sucikan dari kepentingan dunia
Agar Allah menjaga keberkahannya

***

Kami juga kalian, dilahirkan dari rahim hangat da'wah sekolah. Diasuh oleh ketulusan para mentor dan murobbi membuat kami dan kalian mampu tegak berdiri bertarung dengan 'keangkuhan zaman'

Di hati kita ikrarkan : Allahu Ghoyatuna ! Karena Allah saja
Hingga kini kami dan kalian bertahan...

-Barianti
 http://www.islamedia.com

Rabu, 16 Maret 2011

anak katak dan hujan

Islamedia - Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap.

"Bu, apa kita akan binasa? Kenapa langit tiba-tiba gelap?",

ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut,

"Anakku," ucap sang induk kemudian. "Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik",

jelas induk katak sambil terus membelai. Anak katak itu pun mulai tenang.


Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang.

Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai beterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin.

Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si anak katak kecil.

"Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?", tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

"Anakku, itu cuma angin", ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. "Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!", tambahnya begitu menyenangkan. Dan, anak katak itu pun mulai tenang.

Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.

"BLAAARRR!!!" suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan.

Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan bersembunyi di balik tubuh induknya, tapi juga gemetar. "Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!", ucapnya sambil terus memejamkan mata. "Sabar, anakku!" ucapnya sambil terus membelai. "Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang!.

Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang", ungkap sang induk katak begitu tenang. Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, "Ibuuu, hujan datang. Hujan datang! Horreeee!!!". ***

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum. Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis sama dengan anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin bertiup kencang dan suara serta kilatan petir yang menggelegar dan menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan. Benar apa yang diucapkan induk katak, "Jangan takut melangkah. Jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena, hujan yang ditunggu akan datang. Setelah kesukaran ada kemudahan. Sesungguhnya, bersama kesukaran itu ada kemudahan. Wallahu'alam bishowab

berhentilah sejenak

Islamedia - waktu memang tak pernah berhenti berjalan, meski manusia di dalamnya tak bergerak sekalipun. beruntunglah orang-orang yang selalu mengisi kehidupannya dengan berbagai macam kegiatan dan amalan. semangat dan tekad yang kuat dalam hati memang mampu membuat manusia bergerak layaknya air yang mengalir, terus bergerak mengikuti arus...


ketika kita yakin bahwa hidup ini hanyalah sekali dan dunialah tempat kita menempa amal, mempersiapkan bekal yang terbaik sebelum akhirnya memasuki akhirat yang kekal, maka sepatutnya kita paham bahwa tak ada waktu yang boleh di sia-siakan. begitu banyak yang bisa dan harus kita kerjakan. bahkan terkadang kita merasa bahwa waktu 24 jam yang diberikan masih kurang jika harus dibagi untuk mengerjakan amanah pekerjaan, kuliah, dakwah, keluarga, dan mengurusi diri sendiri...

berlomba-lombalah dalam mengerjakan kebaikan, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kita kerjakan. tapi terkadang, ketika kita begitu sibuk mengerjakan amanah, ada hal-hal yang kita abaikan.

saudaraku, cobalah bertanya pada diri sendiri. jujurlah pada nurani. sudahkah hak-hak diri kita tunaikan? apakah ibadah kita tetap terjaga? atau justru tilawah semakin berkurang dan malam demi malam selalu terlewatkan tanpa sempat sujud meski hanya dua rakaat disepertiga malam?

ibarat orang yang sedang melakukan perjalanan jauh, maka sesekali berhenti untuk beristirahat atau mengisi bahan bakar kendaraan. seperti itulah layaknya kita. ketika bergerak, harus ada waktu dimana kita mengisi kekuatan, menenangkan pikiran, baru kemudian bergerak lagi. rasakanlah betapa kosongnya hati ketika shalat kita tak lagi khusyu (bahkan terburu - buru), tilawah kita tak pernah mencapai target, dhuha tak sempat dilakukan, dan akhirnya malam hanya
meninggalakan lelah yang amat sangat. apakah itu yang kita rasakan saat ini?

jika iya, maka berhentilah sejenak. sejenak saja...tanyalah pada diri, sudah sejauh mana kita tak lagi tawazun pada diri? saudaraku, benahilah kembali haq-haq diri dan orang lain yang selama ini mungkin terabaikan. sholatlah sambil mengingat dosa-dosa yang mungkin sering kita lakukan tanpa kita sadari. perbanyak do'a agar kita diberikan kekuatan dan kesabaran. bacalah al-Qur'an sambil merenungkan maknanya. kerjakan amalan sunnah yang selama ini mungkin jarang sekali tersentuh.

beruntunglah orang yang melakukan tasbih (sholat) ketika manusia sedang tertidur. ia pendam keinginannya diantara tulang rusuknya (dadanya). dalam suasana yang diliputi ketenangan yang khusyu. berdzikir kepada Allah sedangn air matanya mengalir. kelak air matanya itu di kemudian hari akan menjadi pelita. guna menerangi jalan yang ditempuhnya di hari perhimpunan. seraya bersujud kepada Allah di penghujung malam. kembalilah kepada Allah dengan hati yang khusyu. dan berdo'alah kepada-Nya dengan mata yang menangis niscaya DIA akan menyambutmu dengan pemaafan yang luas. dan DIA akan menggantikan semua keburukanmu itu dengan kebaikan yang dilimpahkan-Nya kepadamu tanpa habis-habisnya. semua pemaafan itu diberikan kepada hamba yang kembali pada-Nya..sebagai panglima yang berlimpah dari pencipta alam semesta. bagi orang-orang yang segera bertaubat pada-Nya...

BERHENTILAH SEJENAK...

Mukena


Semua wanita di Indonesia punya mukena, asalkan dia beragama Islam pasti punya mukena dan rasanya tidak sah sholat dan tidak enak bila tidak pakai mukena. Kalau mendengar kata mukena, orang lantas mencandai denagn kata kata: mukena mukaga (maksudnya mau kena kek mau kagak-tidak), tidak nyambung dengan makna mukena yang sebetulnya namun istilah canda seperti itu sering dilakukan orang.
Mukena, sebuah kata yang sampai saat ini kita tidak tahu darimana asalnya, kalau bahasa melayunya orang sebut telekung. Mukena hanya ada dan dipakai di Indonesia dan di Malaysia saja, kalau muslimah dari negara lain bila sholat, mereka menggunakan baju yang rapih, panjang dan tidak berbentuk, seperti jubah atau gamis panjang, yang terlihat hanya muka dan telapak tangan saja.
Dugaanku, orang Indonesia dan Malaysia menggunakan mukena karena zaman dulu belum ada orang yang pakai jilbab sehingga ketika perintah sholat dimengerti oleh muslimah Indonesia, maka konotasi salah satu syarat sahnya sholat bagi wanita adalah menggunakan pakaian yang menutupi aurat dan hanya terlihat wajah dan telapak tangan saja. Hal itulah makanya banyak wanita Indonesia yang hanya pakai mukena untuk menutupi aurat ketika sholat saja namun ketika tidak sholat, kembali pada celana panjang ketat dan baju kaos yang membentuk tubuh dengan rambut yang tergerai. Jadi hanya ketika sholat saja mereka menggunakan pakaian yang menutup aurat dan hanya memperlihatkan muka dan telapak tangan sampai selesai sholat saja, setelah selesai sholat maka selesai juga menututup auratnya.

Seharusnya bagi wanita muslimah yang sudah menggunakan pakaian menutup aurat, tidak lagi memerlukan mukena untuk sholat, tapi karena sudah jadi kebiasaan maka seringkali tetap menggunakan mukena padahal pakaiannya sudah cukup syar’ie untuk sholat. Yang menjadi masalah adalah, mengapa masih menggunakan mukena bila kita sudah berpakaian muslimah dan tidak membentuk tubuh. Seharusnya langsung saja sholat, asalkan tidak menggunakan celana panjang, jilbab pendek dan baju yang berbentuk, maka cukup sah untuk melakukan sholat tanpa mukena.

Yang penting buat saya adalah ketika menghadap Allah haruslah berpakaian yang rapi, cantik dan sopan, tidak harus menggunakan mukena, apalagi bila mukena tersebut kotor, kuning ujungnya, seringkali berbintik-bintik hitam dan maaf bahkan bau keringat karena pencuciannya hanya seminggu sekali dilakukan sehingga sah lah mukena menjadi pakaian sholat yang tdak menarik. Malu deh rasanya menghadap Allah dengan pakaian yang seperti itu dan penampilan yang seperti itu. Kan kalau kita sholat, kita sedang diperhatikan oleh malaikat dan juga diteropong difoto. Coba kita bayangkan pernah gak kita berpose atau berfoto sebagai profil di blackberry, facebook atau foto KTP dengan menggunakan mukena, pasti tidak kan? Karena kalau mau jujur wajah kita menjadi nampak tidak cantik dan kurang menarik kalau menggunakan mukena, so.. bila kita tahu bahwa kita sedang mengadap Allah, Pemimpin yang Maha Agung, mengapa kita tidak gunakan pakaian yang bersih dan sayr’ie, wangi dan cantik agar kita tahu menghargai sang pencipta. Karena kalau mau jujur bila suatu saat kita dipanggil Presiden misalnya, kita tentu saja tidak akan menghadap beliau dengan menggunakan mukena kan. Nampak tak sopan, namun kenapa ketika menghadap Allah kita menggunakan mukena..? apalagi menggunakan mukena yang lusuh dan bau serta kekuning-kuningan dan sedikit basah disekeliling wajah.
Saran saya bila kita bias menggunakan pakaian yang terindah dan syar’ie, tidak membentuk tubuh, jilbabnya menjulur melebihi dada, tidak sempit, warna tidak mencolok, lalu yang terlihat hanya muka dan telapak tangan saja, mengapa tidak mengahdap Allah, resmi dan formal dengan pakaian yang paling indah dan paling cantik. Wallahualam.
Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah SAW dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah SAW berpaling darinya dan berkata : "Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan." (HR. Abu Daud dan Baihaqi)

sumber :  http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/mukena.htm

Jumat, 11 Maret 2011

cita di ujung cita


http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSUdcwaddlM5oL25j9r9p1sYWzSdwA3YyPZaAXfCyBMcTHJv8YMWQ
Islamedia - Ingatkah Tuan pada kisah seorang lelaki Badui yang ikhlas berjihad dan mengharapkan kesyahidan?

Sebuah kisah ketulusan tekad, kemurnian niat, dan kesucian cita yang tak pernah ternodai oleh lumpur dunia serta pesona kemilaunya. Hatinya lurus menghadap Allah, lakunya mantap hanya syahid yang diharap. Akan saya nukilkan sepotong hidupnya untuk kita nikmati dan kita renungi pendar juang citanya.

Saat itu seorang lelaki Baduwi yang tidak tercatat namanya dalam sejarah datang menemui Rasulullah, sebagaimana dikisahkan oleh Imam An Nasa’i. Ia beriman, lantas bertaqwa. Aku berhijrah untuk mengikuti ajaranmu,” katanya.
Setelah kembali dari suatu peperangan, Rasulullah memperoleh harta rampasan perang. Rampasan itu dibagibagi untuk Rasulullah dan para shahabat. Orang Baduwi tersebut juga mendapat bagian. Tetapi ia tidak kelihatan. Ketika suatu hari ia berada di tengahtengah shahabat. Para shahabat memberikan jatah tersebut kepadanya. 

Ia bertanya, “Apa ini?”
“Bagianmu yang telah disisihkan oleh Nabi.”
Ia mengambil jatah tersebut lalu mendatangi Rasulullah seraya bertanya, “Apa ini?”
Beliau menjawab, “Aku telah menyisihkannya untukmu.”
“Aku mengikutimu bukan untuk memperoleh seperti ini, tetapi agar aku terkena anak panah di sini sehingga aku menemui ajalku dan masuk surga,” katanya sambil mengisyaratkan telunjuknya pada satu bagian di lehernya.
Jika engkau jujur kepada Allah,” kata Rasulullah, “Niscaya Allah percaya dan akan menyampaikan keinginanmu.

Ia terdiam sejenak, kemudian bangkit untuk ikut serta memerangi musuh. Setelah itu datang seseorang menggotongnya sambil membawa pedang, dia terluka pada bagian sebagaimana yang ia isyaratkan, lehernya. Sebuah anak panah telah menembus lehernya. Tepat! Tepat di bagian yang sebelumnya ditunjuknya.

“Apakah ini orang Baduwi yang itu?” tanya Rasulullah.
“Benar.”
“Ia jujur kepada Allah,” kata Rasulullah, “Maka, Allah memenuhi permintaannya.”

Pemandangan indah pun nampak tatkala Rasulullah mengkafaninya dengan baju jubah beliau, kemudian menshalatkannya. Sebuah penghargaan yang demikian tinggi untuk seorang Baduwi yang bahkan namanya tidak pernah dicatat sejarah. Rasulullah pun bahkan berdoa secara khusus untuknya, “Ya Allah, ini adalah hambaMu, keluar dari kabilahnya untuk berhijrah menuju jalanMu, kemudian mati syahid karena terbunuh, dan aku menjadi saksi atas yang demikian itu.”

Begitu indah sebuah cita-cita dari seorang lelaki sederhana yang berbalut ketulusan dan keikhlasan. Mawujud secara nyata hingga sedetildetilnya karena kejujuran hatinya bertemu dengan ijabah ilahiyah. Bukan sekadar kedustaan cita dan anganangan belaka, tetapi ridha Allah.

Namun, ada pula cita tulus yang terkadang tak mawujud sesuai kehendaknya, akan tetapi Allah tetap mengijabah keinginannya secara maknawi, tanpa gincu kausalitas material. Shahabat yang mulia, Khalid bin Walid, mengejawantah dalam konsepsi ini. Ia adalah panglima bergelar Saifullah, Pedang Allah. Seorang panglima militer terbaik di masanya. Tak terkalahkan dalam peperangan yang dipimpinnya. Begitu kuat cita dan azzam dirinya meraih syahid dan bergelar syuhada’. Di tiap peperangan yang dijuangkannya, senantiasa harapan itu yang membuncah memenuhi rongga jiwanya. Bergerak merangsek ke kumpulan musuh, menebaskan pedangnya, hanya dua kemungkinan yang terjadi, ia membunuh musuh atau ia yang terbunuh. Dan tak pernah ia terbunuh dalam puluhan bahkan mungkin ratusan peperangan yang diikutinya.

Dicatat dalam Siyar A’lam Nubala, saat Khalid akan meninggal dunia, beliau menangis dan berkata, “Aku telah mengikuti perang ini dan perang ini bersama pasukan, dan tidak ada satu jengkal pun dari bagian tubuhku kecuali padanya terdapat bekas pukulan pedang atau lemparan panah atau tikaman tombak. Dan sekarang aku mati di atas ranjangku terjelembab sebagaimana matinya seekor unta. Janganlah mata ini terpejam seperti mata para pengecut.”

Sebuah ironi, dalam tanda kutip, Allah menghendakinya menghembuskan napas jiwa terakhirnya di atas ranjangnya, bersama air mata yang meleleh mengharapkan kesyahidan, di usia 52 tahun. Namun, Allah tidak menyianyiakan perjuangan dan keabadian citanya. Sang Kekasih, Rasulullah, pernah berkata, seakan kata itu hanya untuk Khalid bin Walid, “Barangsiapa yang memohon syahid kepada Allah dengan tulus, maka Allah akan menyampaikan dirinya ke derajat syuhada’ meskipun dia mati di atas ranjangnya.”

Shahabat mulia itu tidak pernah syahid di medan pertempuran, tapi ia menempati derajat syuhada’ seperti cita yang diharapkannya.

Begitu juga dengan shahabat mulia yang lain, Umar bin Khathab. Saat itu beliu menjabat sebagai Amirul Mu’minin. Kepada para shahabat-shahabat Rasulullah, beliau berkata, “Bercita-citalah!”

Seseorang mengatakan, “Saya bercita-cita seandainya rumah ini penuh dengan emas, niscaya akan saya infaqkan di jalan Allah.”

Umar berkata kembali, “Bercita-citalah!”
Seseorang yang lain mengatakan, “Saya bercita-cita rumah ini penuh dengan mutiara, zamrud dan permata, niscaya saya akan menginfaqkan di jalan Allah dan menyedekahkannya.”

“Bercita-citalah!” kata Umar kembali. Seakanakan ia tidak puas dengan jawaban para shahabatnya.
Shahabatnya pun berkata, “Kami tidak tahu lagi apa yang harus kami katakan, wahai Amirul Mu’minin.”

“Aku,” kata Umar bin Khathab, “Bercita-cita tampilnya orangorang seperti Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Mu'adz bin Jabal, dan Salim maula Abu Hudzaifah. Niscaya aku akan meminta bantuan guna menegakkan kalimatullah!

Cita-cita Umar memang tak pernah mawujud, tapi pada masanya, Islam mampu tegak dan membebaskan negerinegeri di berbagai benua dari lumpur kenistaan dan kejahiliyahan. Mengangkat mereka ke kemuliaan cita rasa kemanusiaan dan penghambaan, serta memakmurkan mereka dengan cinta ilahi. Tentu sja semua yang dilakukan Umar bin Khathab itu adalah dalam rangka mennggapai ridha Allah.



Subhanallah, cita-cita yang tinggi akan mengantarkan pemiliknya pada ketercapaian dan ketermawujudan cita-cita itu, dengan perjuangan yang benar dan keikhlasan yang tulus. Dan apa yang dicita-citakannya itu bukanlah sekadar anganangan semu, tanpa perjuangan dan perhitungan jalan. Maka, marilah bercita-cita yang jauh. Cita yang terderivatisasi dalam cita-cita pengantarnya yang banyak dan panjang. Yang mungkin akan sangat melelahkan, tapi kemawujudannya adalah hadiah ilahi yang tak ternilai.

Selalu ingatlah saat Umar bin Khathab berwasiat tentang cita-cita, “Jangan sekalikali kamu memperkecil cita-citamu, karena sesungguhnya aku tidak melihat seseorang yang terbelenggu kecuali karena ia tidak memiliki cita-cita.”
Citakanlah mardhatillah, ridha Allah.. Sebuah cita di ujung cita.

Inspirasi dari Shabra Shatilla 
sumber : http://www.islamedia.web.id/2011/03/cita-di-ujung-cita.html dengan sedikit perubahan 

Kamis, 10 Maret 2011

berdakwah di surga

Segolongan besar dari orang-orang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang kemudian, mereka bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan diatasnya berhadap-hadapan, mereka dikelilingi oleh anak-anak muda dengan membawa teko (cerek), cangkir-cangkir berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pusing meminumnya dan tidak pula mabuk, dan buah-buahan dari apa-apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. Dan didalamnya ada bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik, sebagai balasan bagi apa yang mereka kerjakan. Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka hanya mendengan ucapan salam..(Al Waqi'ah :13-26)


Sesungguh orang-orang yang bertakwa itu dalam taman-taman surga] dan (dekat) mata air (yang mengalir). Dikatakan kepada mereka, masuklah kedalamnya dengan sejahtera dan aman. Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka, mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan diatas dipan-dipan, mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya.(al-Hijr : 45-48)

ah surga..betapa sempurna kenikmatan di sana
tunggu dulu..
lalu,bukankah kita tak perlu lagi berdakwah di surga?

sore itu di suatu majelis
sang ustadz berkata,"Indonesia itu surga.."

"ya,ketika saya bersekolah di timur tengah,teman-teman saya banyak yang berkata bahwa Indonesia itu surga. Awalnya saya berpikir,ah tentu saja,di keseharian,yang mereka lihat adalah gurun pasir yang panas dan gersang. Sedangkan indonesia,sungai meliuk hingga samudera membelah gunung dan hutan yang hijau mempesona.Cuacanya pun tidak ekstrim seperti yang sering mereka rasakan. Jadi wajar saja mereka menganggap Indonesia itu surga.."

"Tapi ternyata bukan itu penyebabnya.."
"indonesia itu surga karena kalian bisa dengan begitu mudah berda'wah di sana. Di malaysia materi khutbah jum'at harus mendapat surat ijin dulu dari kerajaan.Bahkan di arab saudi,materi ceramah ditentukan oleh kerajaan dan apabila tidak sesuai sang da'i bisa saja dihukum dan dipenjakan.."

ahh..dakwah di surga..
begitu mudahnya mendirikan masjid di Indonesia,bahkan yang berkubah emas sekalipun, sementara di Swiss,menara masjid pun dilarang.
begitu mudahnya mengenakan jilbab di Indonesia semmentara di Perancis telah ditetapkan undang-undang yang memberlakukan larangan berjilbab.

Ya..dakwah di surga..

Beberapa waktu lalu kawan-kawan dari tiap Lembaga Dakwah Kampus  mengikuti Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus Nasional (FSLDKN) di Ambon,,
"apa hal yang paling berkesan?"Apakah yang bisa didapat dari  oleh-oleh  hikmah yang jauh-jauh mereka petik di Ambon.
"kita beruntung dengan berkembangnya beberapa LDK di kampus-kampus negeri ini,, Salam UI,Gamais ITB, Al Hurriyah IPB,dll. .kita beruntung ada di lembaga dakwah ini. Meskipun kita sering mengeluhkan segala kesulitan dan cobaan yang kita hadapi di sini,itu belum ada apa-apanya. Masih banyak perguruan tinggi lain yang lembaga dakwahnya masih terseok-seok bahkan ilegal.Ah pokoknya dari segala sisi kita jauh lebih beruntung..."
ketika aku bertanya pada kawan-kawan lain dan jawabannya pun tak jauh berbeda.

dakwah di surga..
"lagi ngapain? Sibuk amat?" tanya sorang kawan ketika aku tengah berkutat di depan layar laptop.
"ini..lagi nyiapin buat acara ramadhan di kampus.."
"acara ramadhan?hmm..asyik ya..eh tapi perasaan kamu juga sering ngerjain yang mirip2 kayak gitu?" tanyanya.
"iya nih,proker lembaga dakwah di kampus lumayan banyak.."jawabku sekenanya sambil tetap bergulat dengan huruf-huruf di depan mataku.
"beruntung ya..di kampus aku mana ada yang kayak beginian,boro-boro lembaga dakwah,dikasih ijin buat sholat aja udah syukur.."
deg..
aku tertegun,aku baru teringat kalau kawanku ini berkuliah di universitas swasta milik yayasan nonmuslim.
ya,dia sering menceritakan keluhan tentang waktu sholat di kampusnya.
"musholanya keciiil banget lin,mungkin ga layak disebut mushola,jadi kalo mau sholat kami harus bergantian.Belum lagi kalo waktu sholatnya tabrakan ama kuliah,dosennya mana pernah ngijinin kita buat sholat. Masa kuliah dari jam 1 ampe jam 6 full??emang sih ga secara langsung ngelarangnya,tapi si dosen suka tiba2 ngasih kuis ketika kami sholat,dan ga ada susulan sama sekali.."


lalu..
di atas semua kemudahan ini
dibalut semua karunia ini
dibalut semua kenyamanan ini
masih pantaskah aku mengeluh???
masih layakkah tak berusaha dengan sungguh??

bahkan aku pun malu menjawabnya

Oleh: Lintang Wahyu Mukti
[fb/rl]

http://www.islamedia.web.id/2011/03/dakwah-di-surga.html

menjadi mulia dengan ilmu

"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11)

Ada dua golongan orang yang akan Allah muliakan derajatnya beberapa tingkat. Pertama adalah orang beriman dan kedua adalah orang berilmu. Sebenarnya ayat ini saja sudah cukup untuk kita jadikan dalil dan alasan mengapa kita menuntut ilmu, disamping juga masih ada ayat-ayat lain maupun hadits-hadits Nabi yang menguatkannya.

Allah akan mengangkat derajat orang beriman dan berilmu, bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Karena dalam ayat tersebut Allah tidak menjelaskan secara spesifik tentang dimana Dia akan mengangkat derajat mereka. Di duniakah? Atau di akhirat? Sehingga bisa kita mafhumi bahwa derajat dan kedudukan mereka akan ditinggikan di dunia dan akhirat.
Bagaimana ilmu bisa menjadi sarana untuk meningkatkan derajat kita?
Ilmu itu, jika bermanfaat, akan membimbing dan menghantarkan pemiliknya menuju tangga ma'rifatullah. Sebuah tujuan induk dari segala orientasi ilmu pengetahuan. Dengan begitu ia akan mengenal Tuhannya lebih dekat, mengetahui apa-apa yang menjadi kesenangan-Nya dan apa-apa yang dibenci-Nya. Ia akan semakin bersemangat untuk terus dekat dan mendekat kepada-Nya, dengan amalan-amalan ibadahnya. Dari sinilah kemudian muncul iman, taqwa, khouf (takut pada ancaman Allah) dan roja' (mengharap keridhoan Allah). Dan itu semua berawal dari ilmu.
Inilah titik akhir dari semua tujuan dipelajarinya ilmu pengetahuan. Menghantarkan manusia untuk mengenal Rabb-nya. Dengan begitu maka Allah akan memuliakannya. Dan jika ilmu yang diraih tidak bisa menghantarkannya menuju ma'rifatullah, maka ilmu itu sia-sia, tanpa guna, muspro, dan bahkan berbahaya.
Simaklah ungkapan seorang ulama' berikut ini: "Barangsiapa yang bertambah ilmu pengetahuannya namun tidak bertambah ketakwaannya, maka ia tidak bertambah dekat dengan Allah, bahkan malah bertambah jauh."

Dari sinilah kemudian kita bisa menyibak sebuah tabir hikmah dibalik makna firman Allah:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (QS. Fathir: 28)
Ayat tersebut memakai pola pengkhususan, yaitu dengan kata "innamaa". Sehingga mengisyaratkan makna yang kuat bahwasanya hanya orang-orang berilmu saja yang takut kepada Allah. Namun kembali lagi ke atas, bahwa orang berilmu disini adalah orang yang ilmunya membuatnya semakin mengenal Allah Ta'ala.
Kita semua tentu pernah mendengar nama Imam Malik, seorang ulama' besar abad kedua Hijriyah. Salah satu madzhab fiqih besar dan diakui oleh para ulama', madzhab Maliki, dinisbahkan penamaannya kepada nama beliau. Imam Malik lah yang menulis kitab hadits dengan tematikal fiqih. Kemudian kitab tersebut diminta oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur untuk dijadikan sebagai kitab resmi fiqih di seluruh wilayah Islam hari itu, walaupun pada akhirnya hal itu tidak disetujui oleh Sang Imam.
Imam Malik ini adalah salah satu bukti nyata dimana Allah Ta'ala mengangkat derajat para ahli ilmu diatas hamba-hamba-Nya yang lain. Ia diposisikan sebagai imam besar di kota mulia, Madinah Munawaroh. Saking luasnya pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki, muncul sebuah ungkapan yang masyhur untuk Imam Malik.
"Tidak boleh ada yang berfatwa selama Malik ada di Madinah." Itu bunyi ungkapannya. Dan ini menunjukkan betapa besarnya kapasitas keilmuan seorang Imam Malik.
Banyak orang mencari kemuliaan, namun tak sedikit dari mereka yang justru memperoleh kehinaan. Itu karena jalan yang mereka tempuh salah. Mereka mencari kemulian dengan mencari jabatan. Atau mencari kemuliaan dengan tidak mau mencari ilmu yang dengannya ia bisa mengenal Tuhannya.
Padahal, dalam ilmu lah Allah meletakkan sumber kemuliaan itu. Sehingga ketika ahli ilmu itu memperoleh jabatan dalam hidupnya maka ia akan semakin mulia. Jika tidak, maka sudah sangat cukuplah derajat tinggi yang ditawarkan oleh Allah Ta'ala. ***

Selasa, 08 Maret 2011

sekilas isu -susu formula-

Tidak ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum susu kecuali manusia oleh : Prof Dr Hiromi Shinya.
Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah tidak anak-anak lagi tidak akan minum susu. Mengapa manusia seperti menyalahi perilaku yang alami seperti itu?"Itu gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan produknya," ujar Prof Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama. Padahal, katanya, susu sapi adalah makanan/minuman paling buruk untuk manusia. Manusia seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana anak sapi yang juga hanya minum susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu manusia, katanya.Mengapa susu paling jelek untuk manusia? Bahkan, katanya, bisa menjadi penyebab osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga ketika masuk mulut langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat berinteraksi dengan enzim yang diproduksi mulut kita.Akibat tidak bercampur enzim, tugas usus semakin berat.Begitu sampai di usus, susu tersebut langsung menggumpal dan sulit sekali dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh terpaksa mengeluarkan cadangan "enzim induk" yang seharusnya lebih baik dihemat. Enzim induk itu mestinya untuk pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena enzim induk terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu, peminum susu akan lebih mudah terkena osteoporosis.
Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus terkemuka di dunia. Dialah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan tumor di usus tanpa harus membedah perut. Dia kini sudah berumur 70 tahun. Berarti dia sudah sangat berpengalaman menjalani praktik kedokteran. Dia sudah memeriksa keadaan usus bagian dalam lebih dari 300.000 manusia Amerika dan Jepang. Dia memang orang Amerika kelahiran Jepang yang selama kariernya sebagai dokter terus mondar-mandir di antara dua negara itu.Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian melakukan penelitian. Yakni, untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan minum pasiennya. Dia menjadi hafal pasien yang ususnya berantakan pasti yang makan atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara lain susu dan daging.Dia melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan makanan/minuman yang "jelek": benjol-benjol, luka-luka, bisul-bisul, bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti diikat dengan karet gelang. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang diinginkan usus. Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat bagus, bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia lakukan kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si usus. Bukan saja ususnya kecapean, juga sari makanan yang diserap pun tidak banyak. Akibatnya, pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan tubuh sangat jelek, sel radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat menua. Bahkan, makanan yang tidak berserat seperti daging, bisa menyisakan kotoran yang menempel di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk dan menimbulkan penyakit lagi.Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan. Dia hanya menganjurkan makan daging itu cukup 15% dari seluruh makanan yang masuk ke perut.Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di bagian ini saya rasa, keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabk an. Misalnya, dia minta kita menyadari berapakah jumlah gigi taring kita, yang tugasnya mengoyak-ngoyak makanan seperti daging: hanya 15 persen dari seluruh gigi kita. Itu berarti bahwa alam hanya menyediakan infrastruktur untuk makan daging 15 persen dari seluruh makanan yang kita perlukan.Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal. Ketika diajak "lomba lari" oleh mangsanya, harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat.Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan. Makanan itu, katanya, harus dikunyah minimal 30 kali.. Bahkan, untuk makanan yang agak keras harus sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di mulut makanan bisa bercampur dengan enzim secara sempurna. Demikian juga kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya, sebaiknya setengah jam sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus lebih dulu.Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan?Nah, ini dia, ketahuan. Berarti mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga menganjurkan agar setelah makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan perut kosong. Kalau semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan gembrot.Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi "modal" oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di dalam "lumbung enzim-induk". Enzim-induk ini setiap hari dikeluarkan dari "lumbung"-nya untuk diubah menjadi berbagai macam enzim sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke perut, semakin boros menguras lumbung enzim-induk.
Mati, menurut dia, adalah habisnya enzim di lumbung masing-masing.Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah dengan cara selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara terbuka mengalami karatan. Bahan makanan pun demikian.Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri sudah persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau makan makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti itu memerlukan enzim yang banyak.Apa saja makanan yang direkomendasikan?Sayur, biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak makan makanan yang berprotein. Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan. Protein itu harus dibuang. Membuangnya pun memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga harus menguras lumbung enzim.
Prof Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu dengan sungguh-sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70 tahun, tapi belum pernah sakit. Penampilannya seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali dia juga makan makanan yang di luar itu. Sebab, sesekali saja tidak apa-apa. Menurunnya kualitas usus terjadi karena makanan "jelek" itu masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau terlalu sering.Terhadap pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan "pengobatan" seperti itu. Pasien-pasien penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan dengan "pengobatan" alamiah tersebut. Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti cara hidup sehat seperti itu dan hasilnya sangat memuaskan. Dokter, katanya, banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang sakitnya itu. Jarang dokter yang mau melihatnya melalui sistem tubuh secara keseluruhan. Dokter jantung hanya fokus ke jantung. Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi justru di usus. Demikian juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang menghancurkan ilmu kedokteran yang sesungguhnya.Saya mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini. Tapi, baru bisa 50 persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru turun lagi sebulan ke depan.Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus makan makanan yang enak. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya sudah senang dan pikirannya gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang bisa membuat enzim-induk bertambah.

Best Regard,
Sarah Fathia
Bogor Agricultural University

*saya copast dari milis JAK KEMENKEU 

Mencintai Penanda Dosa

oleh Salim A. Fillah Empat pada 19 November 2010 jam 9:32

Dalam hidup, Allah sering menjumpakan kita dengan orang-orang yang membuat hati bergumam lirih, “Ah, surga masih jauh.” Pada banyak kejadian, ia diwakili oleh orang-orang penuh cahaya yang kilau keshalihannya kadang membuat kita harus memejam mata.
Dalam tugas sebagai Relawan Masjid di seputar Merapi hari-hari ini, saya juga bersua dengan mereka-mereka itu. Ada suami-isteri niagawan kecil yang oleh tetangganya sering disebut si mabrur sebelum haji. Selidik saya menjawabkan, mereka yang menabung bertahun-tahun demi menjenguk rumah Allah itu, menarik uang simpanannya demi mencukupi kebutuhan pengungsi yang kelaparan dan kedinginan di pelupuk mata.
“Kalau sudah rizqi kami”, ujar si suami dengan mata berkaca nan manusiawi, “Kami yakin insyaallah akan kesampaian juga jadi tamu Allah. Satu saat nanti. Satu saat nanti.” Saya memeluknya dengan hati gerimis. Surga terasa masih jauh di hadapan mereka yang mabrur sebelum berhaji.
Ada lagi pengantin surga. Keluarga yang hendak menikahkan dan menyelenggarakan walimah putra-putrinya itu bersepakat mengalihkan beras dan segala anggaran ke barak pengungsi. Nikah pemuda-pemudi itu tetap berlangsung. Khidmat sekali. Dan perayaannya penuh doa yang mungkin saja mengguncang ‘Arsyi. Sebab semua pengungsi yang makan hidangan di barak nan mereka dirikan berlinangan penuh  haru memohonkan keberkahan.
Catatan indah ini tentu masih panjang. Ada rumah bersahaja berkamar tiga yang menampung seratusan pelarian musibah. Untuk pemiliknya saya mendoa, semoga istana surganya megah gempita. Ada juru masak penginapan berbintang yang cutikan diri, membaktikan keahlian di dapur umum. Ada penjual nasi gudheg yang sedekahkan 2 pekan dagangannya bagi ransum para terdampak bencana. Semoga tiap butir nasi, serpih sayur, dan serat lelaukan bertasbih untuk mereka.
Ada juga tukang pijit dan tukang cukur yang keliling cuma-cuma menyegarkan raga-raga letih, barak demi barak. Ad dokter-dokter yang rela tinggalkan kenyamanan ruang berpendingin untuk berdebu-debu dan berjijik-jijik. Ada  lagi para mahasiswa dan muda-mudi yang kembali mengkanakkan diri, membersamai dan menceriakan bocah-bocah pengungsi. Semua kebermanfaatan surgawi itu, sungguh membuat iri.
***
“Ah, surga masih jauh.”
Setelah bertaburnya kisah kebajikan, izinkan kali ini saya justru mengajak untuk menggumamkan keluh syahdu itu dengan belajar dari jiwa pendosa. Jiwa yang pernah gagal dalam ujian kehidupan dariNya. Mengapa tidak? Bukankah Al Quran juga mengisahkan orang-orang gagal dan pendosa yang berhasil melesatkan dirinya jadi pribadi paling mulia?
Musa pernah membunuh orang. Yunus bahkan sempat  lari dari tugas risalah yang seharusnya dia emban. Adam juga. Dia gagal dalam ujian untuk tak mendekat pada pohon yang diharamkan baginya. Tapi doa sesalnya diabadikan Al Quran. Kita membacanya penuh takjub dan khusyu’. “Rabb Pencipta kami, telah kami aniaya diri sendiri. Andai Kau tak sudi mengampuni dan menyayangi, niscaya jadilah kami termasuk mereka yang rugi-rugi.” Mereka pernah menjadi jiwa pendosa, tetapi sikap terbaik memuliakan kelanjutan sejarahnya.
Kini izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan  bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan  berupaya memperbaiki diri umumnya tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat adalah untuk mencintai penanda dosanya?
Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai penanda dosanya.
“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.
“Ah, surga masih jauh.”
Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.
Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.
Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.
“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”
“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”
“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”
Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”
Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.
Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.
“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”
Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.
“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.
“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”
“SubhanaLlah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.
“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”
“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan.
Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Allah, jadikan wanita ini semulia Maryam. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim.
Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata Imam Ahmad ibn  Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.”
-salim a. fillah, www.safillah.co.cc-
***
NB: sahibatul hikayah berpesan agar kisah ini diceritakan untuk berbagi tentang betapa pentingnya menjaga iman, rasa taqwa, dan tiap detail syari’atNya di tiap langkah kehidupan. Juga agar ada pembelajaran untuk kita bisa memilih sikap terbaik menghadapi tiap uji kehidupan. Semoga Allah menyayanginya.

Senin, 07 Maret 2011

ilmu ... let's learning

Bismillah ...
7 Maret 2011 @ 12.30
Segala puji bagi Allah, yang membentangkan tangan-Nya untuk menerima taubat hamba-hamba-Nya. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi-Nya, teladan bagi segenap manusia, yang menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus menuju ampunan dan ridha-Nya. Amma ba’du.
Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Qur’an Al mujadalah 11)
Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah). (HR. Ibnu Majah)
Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga. (HR. Muslim).
Ini adalah tentang ilmu dan proses belajar ..
“ustad udah ngobrolnya bentar lagi bel... kita lanjutin materinya aja” kata seorang siswi di sebuah kelas...
Seorang siswa yang sangat menggebu gebu dalam belajar, disaat saya terkadang “ngantuk”...
Tertohok... ketika saya saat itu berulang kali melihat jam yang sudah hampir menunjukan jam 17.00 dan saudari sudah menunggu di lantai bawah untuk berangkat bersama ke agenda berikutnya..
sang guru pun dengan santainya menjawab “tadi sudah sampai mana?”
tapi setelah itu buku yang sudah ditutup dari tadi pun enggan dibukanya kembali krn memang 5 menit lg jam kita usai. Beliau kembali mengecek kosa kata dan hafalan yang telah kami serap.
Kata-kata menarik dari beliau sore itu sebelum kami pulang “langkahkan saja kakimu, jangan melihat tingginya bangunan, karena nanti engkau malah takut untuk menggapainya, cukup langkahkan saja sesuai aturan yang ada, ikuti dan nikmati saja prosesnya, nanti engkau akan sampai di puncak bangunan itu , jika engkau istiqomah”
Yup istiqomah... kata kata yang mudah di ucapkan tp sering kali sulit untuk melaksanakannya, dari awal sang guru pun telah berulang kali mengingatkan  “siswa disini pada awalnya banyak, tp lihat saja beberapa bulan lagi , ... sering kali berguguran, makanya sering ada istilah –yang berguguran di jalan al *****-“
Terbukti memang, baru 1 bulan berjalan, siswa di kelas itu sudah berkurang ...  sistem tambal sulam mungkin yang ada di kelas itu ... sekarang si A yang gak masuk, besok si B, besoknya lagi si C...
Hadis riwayat Abu Musa ra.: Dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Perumpamaan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung dalam mengutusku untuk menyampaikan petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan yang membasahi bumi. Sebagian tanah bumi tersebut ada yang subur sehingga dapat menyerap air serta menumbuhkan rerumputan dan sebagian lagi berupa tanah-tanah tandus yang tidak dapat menyerap air lalu Allah memberikan manfaatnya kepada manusia sehingga mereka dapat meminum darinya, memberi minum dan menggembalakan ternaknya di tempat itu. Yang lain menimpa tanah datar yang gundul yang tidak dapat menyerap air dan menumbuhkan rumput. Itulah perumpamaan orang yang mendalami ilmu agama Allah dan memanfaatkannya sesuai ajaran yang Allah utus kepadaku di mana dia tahu dan mau mengajarkannya. Dan juga perumpamaan orang yang keras kepala yang tidak mau menerima petunjuk Allah yang karenanya aku diutus. (Shahih Muslim No.4232)
Semoga dengan besarnya manfaat dan semoga ridhaNya yang akan kami peroleh ... kami tidak termasuk ke dalam golongan “yang berguguran” itu ...
Satu lagi kata beliau sore itu “ heran ya, belum juga belajar ***** sudah bilang susah ajah”
Ups ...
Seringkali kita berfikir negatif akan ilmu ... menganggapnya sulit hanya krn orang lain mengatakan sulit, padahal kita belum mencoba mempelajarinya,
Dari Abi Darda dia berkata :”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda” : “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena ridla (rela) terhadap orang yang mencari ilmu. Dan sesungguhnya orang yang mencali ilmu akan memintakan bagi mereka siapa-siapa yang ada di langit dan di bumi bahkan ikan-ikan yang ada di air. Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah seperti keutamaan (cahaya) bulan purnama atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi, sesugguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa yang mengambil bagian untuk mencari ilmu, maka dia sudah mengambil bagian yang besar (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majjah).
Dari Anas bin Malik berkata, telah bersabda Rasulullah saw : “barangsiapa keluar (pergi) untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sehingga kembali (HR. Tirmidzi).
Telah bersabda Rasulullah saw : “Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai), atau orang yang belajar, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka (H.R. Baehaqi)

MARI  BELAJAR ...
Life is about learning ....